Mengaku buta dengan persepakbolaan Indonesia, Roberto Bianchi punya obsesi segudang dengan klub yang ia tangani saat ini, Batavia Union. Pelatih asal Brasil, pemegang paspor Spanyol, ini tak semata ingin mengantarkan Javier Roca dan kawan-kawan menggapai prestasi maksimal di ajang Liga Primer Indonesia (LPI). Lebih dari itu, Beto – begitu sapaan akrabnya – ingin menyulap Batavia Union menjadi tim yang benar-benar profesional.
“Hanya tim profesional yang bisa mencapai prestasi tinggi. Perkara juara atau tidak, itu urusan nanti,” kata Beto, mengawali pembicaraan, saat ditemui tim media LPI di Apartemen Mediterania, Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Berikut petikan wawancara dengan mantan pelatih Zamora FC, dan Beijing Guoan FC itu. Siang itu, Beto didampingi asisten pelatih batavia Union, sekaligus penerjemah Beto, Wanderley Junior.
Bagaimana ceritanya Anda bisa melatih Batavia Union?
Mulanya saya tulis CV ke beberapa tempat, termasuk di internet. Dari sana LPI tahu saya, dan lantas menawari untuk bergabung. Waktu itu belum muncul nama Batavia Union. Saya hanya ditawari melatih klub yang akan bertarung di kompetisi LPI. Saya juga masih melatih di Zamora FC waktu itu.
Kira-kira satu bulan saya bicara-bicara dengan mereka, melakukan negosiasi. Setelah merasa cocok, termasuk nilai kontrak yang ditawarkan, saya pun terbang ke Jakarta. Saya dikontrak dua tahun, sampai November 2012 nanti. Yang ada dalam pikiran saya adalah, apa yang bisa saya sumbangkan untuk sepakbola Indonesia?
Sebelumnya, Anda sudah tahu tentang sepakbola Indonesia?
Jujur, sama sekali saya tidak tahu sama sekali. Dulu, kalau bicara tentang sepakbola Asia, yang muncul di pikiran saya adalah Jepang atau Korea. Tapi, karena LPI serius melakukan negosiasi, saya tidak ragu-ragu datang ke sini.
Setelah itu, saya mulai intens mempelajari sepakbola Indonesia dari internet. Saya lihat pertandingan-pertandingannya. Saya pelajari kompetisinya, termasuk penampilan tim nasionalnya.
Saya ingat betul, datang pertama kali ke Indonesia pada 6 November 2010. Saya dijemput Wanderley Junior di bandara Soekarno-Hatta. LPI rupanya menugasi Wanderley untuk mendampingi saya melatih, sekaligus sebagai penerjemah.
Ya, terus terang waktu itu saya masih punya kerjaan dengan klub lama saya. Saya punya banyak teman baik di sana. Tapi, karena saya telah menerima tawaran LPI, maka secara profesional saya harus bertanggung jawab. Tentu setelah pekerjaan di klub lama saya beres.
Setelah melihat langsung, apa komentar Anda tentang sepakbola Indonesia?
Pertama kali saya kaget. Tapi setelah itu saya segera melakukan analisis dari semua sisi. Ya pemainnya, pengurusnya, juga organisasinya. Sepakbola Indonesia punya masa depan bagus bila semua unsur itu dibenahi. Intinya, harus dibuat benar-benar profesional. Tentu, metode dan cara menangani tim di sini beda dengan di klub-klub saya sebelumnya.
Di sisi pemain, paling tidak ada dua hal dasar yang harus dibenahi. Pertama, disiplin di dalam dan di luar lapangan. Ini menyangkut jam datang latihan, jam makan, jam istirahat siang, jam tidur,d an sebagainya. Saya sadar, tidak mungkin mengontrol sepenuhnya perilaku mereka di luar lapangan. Apalagi kalau urusan keluarga, misalnya urusan seks, itu sudah di luar wewenang saya. Tapi, saya berharap mereka sadar, posisinya sebagai pemain profesional harus pintar menjaga kondisi.
Saya beberapa kali melihat pertandingan di televisi. Dari sana saya tahu, masih ada pemain yang menurut saya fisiknya tidak ideal untuk seorang atlet sepakbola. Salah satunya terlalu gendut. Saya tidak ingin pemain Batavia Union ada yang seperti itu. Mereka harus rajin berlatih dan menjaga menu makanan agar bentuk tubuh mereka ideal. Dengan begitu, bila mereka lagi jalan-jalan saja orang sudah tahu kalau itu seorang atlet. Lihat itu Barcelona, lihat itu Real Madrid. Tidak ada pemain mereka yang fisiknya tidak bagus.
Masalah kedua?
Taktik dan disiplin posisi. Ini yang saya lihat belum berjalan maksimal di sini. Seorang pemain tidak cukup hanya tahu posisinya sebagai apa, tapi harus paham juga fungsi posisi masing-masing. Contohnya seorang stopper, dia harus tahu fungsi stopper itu apa. Dua hal ini, kalau dibenahi, bakal bisa meningkatkan kemampuan individu pemain, yang pada gilirannya tentu mengangkat prestasi tim.
Tentu ini tidak mudah. Pemain harus kerja keras membenahi fisik, mental, dan visi bermainnya. Saya tidak mau pemain Batavia Union setengah-setengah menekuni sepakbola. Mereka harus benar-benar belajar disiplin, dan kami coba menerapkan hukuman denda bagi yang melanggar. Ini aturan internal saja, dan dendanya juga tidak banyak kok.
Sudah ada pemain yang kena hukuman denda?
Belum ada, karena kesalahan yang mereka buat masih bisa ditoleransi. Yang jelas, saya melihat aturan ini mulai ada dampak positifnya. Sekarang pemain mulai menepati disiplin waktu, mulai jam makan, latihan, istirahat, dan lain-lain. Ambil contoh waktu kita bertanding ke luar daerah, biasanya kita makan pagi jam setengah delapan.
Nah, setengah jam sebelum itu pemain harus sudah kumpul. Karena kadang ada beberapa hal yang harus kita bahas. Siapa yang terlambat, kita denda Rp 500 ribu. Sejauh ini aturan itu dipatuhi. Kalaupun ada yang terlambat, paling karena ada masalah dengan lift atau apa.
Satu lagi, pemain juga harus hormat kepada pelatih. Itu wajib! Itu semua kita lakukan demi mengangkat prestasi tim.